Kebodohanku adalah menunggumu di telaga yang sama dengan
penuh sabar.
Sementara engkau tak kunjung menetap pada telagaku,
melainkan hanya singgah sementara.
Kebodohanku adalah mencintaimu yang tidak pernah mencintaiku.
Hingga aku terbunuh sepi saat melewati hari – hariku.
Bodohnya aku adalah menunggumu yang tidak pernah menungguku,
bagai angin yang berhembus dan berlalu.
Bukan diriku yang bodoh, melainkan hati ini yang cintanya
teramat dalam, hingga membuatku terlihat bodoh setiap kali di depanmu.
Aku tidak bisa memaksamu untuk mencintaiku sepenuhnya, aku
tidak bisa mengubah hatimu yang membeku menjadi cair layaknya air yang mengalir.
Dinginnya sikapmu seolah – olah bagai bola besar yang di
hantamkan ke bumi, rasanya begitu sakit sampai perihnya tak lagi terasa.
Semuanya hanya masalah waktu, jika Tuhan meridhaimu
untukuku maka selamannya engkau akan menjadi milikku seutuhnya.
Namun jika terakhirmu bukan lah aku, maka aku harus benar –
benar mengikhlaskanmu pergi agar engkau dapat bahagia, meski bahagiamu bukan
aku yang ciptakan.
Aku tidak ingin engkau tidak bahagia.
Semoga apa yang kau pillih sekarang adalah yang terbaik bagi
masa depanmu.
Dalam perihku, aku hanya bisa mendoakanmu, semoga apa yang
engkau pillih benar – benar yang terbaik bagi hidupmu dan dapat membuatmu
bahagia sampai rentanya jiwamu.
Komentar
Posting Komentar